🗓️ 26 Dec 2023·🕑 5 min read

Perjalanan Belajar & Pendapat Saya tentang Vim

Perjalanan saya belajar menulis kode menggunakan Vim sebagai teks editor

Perjalanan Belajar Vim

Original Photo by Kari Shea

Table of Contents

Background

Vim”, suatu aplikasi teks editor yang sangat menantang bagi saya. Saya ingat pertama kali nyobain Vim, rasanya sangat ribet. Terlebih bagi saya sebagai orang yang ngoding pertama kali cuma pake Notepad++.

Bagaimana tidak, mau nulis kode aja harus mikir dulu, padahal nulis kode aja udah mikir. Double mikir kan jadinya 😂

Begini kurang lebih gambarannya:

  • Kalau mau buka Vim, harus masuk Terminal trus ketik vim atau vim nama-file.js.
  • Ketika udah kebuka, yang ada cuma layar hitam. Gak ada menu “New file”, “Save”, “Undo”, “Redo”, dll.
  • Sampai di layar hitam ini, saya pikir bisa nulis. Ternyata masih belum bisa, mencet-mencet tombol di keyboard nampak gak ada respon. Sampai akhirnya mencet tombol i. Baru deh bisa nulis sesuatu.
  • Setelah nulis sesuatu, mulai bingung lagi. Tombol “Save” nya gak ada, tombol “Exit” gak ada. Setelah googling ternyata harus mencet tombol “Esc”, trus ketik :wq.
  • Waktu itu langsung jadi pengalaman pertama dan terakhir kali pakai Vim karena ngerasa bukannya nambah produktif malah ngurangin produktif.

Vi

Beberapa tahun berlalu, entah di internet atau di meetup offline JogjaJS, saya sering lihat orang pakai Vim, saya juga sesekali ngintip ekosistem open source nya di Github juga ternyata memang cukup aktif.

Akhirnya terbesit di pikiran saya:

Gak masuk akal rasanya orang-orang tetep pake Vim kalau memang sangat merepotkan dan menghambat produktivitas seperti yang saya rasakan

Saya akhirnya membuat komitmen untuk selalu memakai Vim ketika memang tidak ada deadline atau di waktu luang, misalnya ketika ngerjain Pet Projects. Alasannya:

  • Mencoba sekali lagi, untuk membuktikan apakah sebenernya pake Vim itu bikin produktif atau malah sebaliknya.
  • Mencari suasana ngoding baru selain pake VSCode.
  • Yang terakhir biar keliatan keren aja, karena liat satu channel di Youtube pake Vim 😆

Fase 1: Kenalan Basic Commands

Untuk fase pertama ini saya mencoba mencari tahu cara pakai Vim itu sebenernya seperti apa. Di fase ini saya belajar Vim basic commands melalui situs openvim.com. Situs ini sangat saya rekomendasikan ke kalian yang berminat belajar Vim juga karena cukup interaktif.

openvim.com

Walaupun gak hafal semua perintah, paling gak udah bisa masukin teks, simpan file, dan paham dikit apa itu Command Mode, Visual Mode, Insert Mode, dll.

Fase 2: Pakai VSCodeVim

Setelah tahu cara pakai Vim dikit-dikit, saya gak langsung nyemplung pake native Vim di Terminal, melainkan pakai Plugin VSCodeVim, yang memungkinkan kita merasakan pengalaman pakai Vim tapi tetap di environment VSCode. Saya sudah pakai VSCodeVim ini kurang lebih 6 bulan dan saya rasa ini sangat sempurna untuk berlatih membiasakan memakai Vim karena menjadi jembatan antara VSCode dan Vim.

VSCodeVim

Fase 3: Pakai zsh-vi-mode di Terminal

zsh-vi-mode ini fungsinya supaya kita bisa merasakan pakai Vim di Prompt Terminal. Jadi misal kita punya command yang panjang, navigasi teks jauh lebih mudah dengan plugin ini.

Selain VSCodeVim, plugin ini lumayan bikin saya terbiasa dengan Vim. Patut dicoba 👍

Fase 4: Pakai NvChad

NvChad adalah salah satu Vim Distribution yang cukup populer. “Distribution” di sini maksudnya adalah Vim dengan paket lengkap. Sudah terinstall banyak plugin Vim yang tinggal pakai sehingga tampilannya mendekati teks editor desktop lain seperti VSCode.

NvChad

Selain NvChad, ada juga Vim Distribution yang lain, misalnya LunarVim dan AstroVim. Alasan saya memakai NvChad cuma sesimpel karena saat tulisan ini ditulis, repository Github nya memiliki stars paling banyak. Toh saya juga belum paham juga bedanya apa karena masih belajar.

Lalu kenapa repot pakai NvChad kalo sudah ada VSCodeVim?

Karena saya perlu nyemplung lebih dalam lagi untuk belajar tentang Vim, karena pada dasarnya VSCodeVim itu tujuannya cuma buat emulator Vim di VSCode.

Dan sudah seperti yang saya tebak di awal, begitu saya pindah dari VSCode ke NvChad ini kepala saya mulai sakit karena pusing masih banyak konfigurasi yang harus saya pelajari cara ngaturnya.

Kelebihan & Kekurangan

Saat ini saya berada di Fase 4 untuk beberapa bulan ke depan. Di fase selanjutnya mungkin saya mau coba install Vim polosan di MacBook saya dan coba setup semua pluginnya sendiri.

Beberapa poin yang bisa saya ambil sejauh ini sebagai berikut:

Kelebihan 😎

  • Vim ini bisa mempercepat penulisan kode dengan catatan kita sudah hafal perintahnya.
  • Bisa sangat meminimalisir penggunaan mouse karena tangan akan selalu berada di atas keyboard ketika menulis kode.
  • Untuk yang suka ngulik dan oprek tools bakal suka sama Vim karena kita bisa atur sendiri bentuk editor nya mau seperti apa.

Kekurangan ☹️

  • Bukan untuk semua orang. Learning Curve yang sangat tinggi, harus mendedikasikan waktu khusus untuk mempelajari dan membiasakannya.
  • Sangat bisa jadi boomerang untuk produktivitas, bahkan jadi blocker besar untuk pekerjaan kita kalau kita belum biasa.
  • Kompleksitas cara install plugin bisa jadi rumit dibandingkan dengan VSCode yang rata-rata tinggal klik-klik saja.

Penutup

Dari kelebihan & kekurangan di atas, menurut saya asalkan sudah paham betul cara pakai dan cara konfigurasinya Vim ini bisa jadi alat penunjang produktivitas kita. Saya juga menyarankan jangan sekali-sekali belajar pakai Vim di jam kerja ketika ngerjain kerjaan kantor, karena.. Yah coba sendiri saja 🤣.

Dari yang saya rasakan sendiri, karena sudah sedikit terbiasa pakai Vim, justru ketika menulis non-kode misal di Google Docs atau Notion kadang malah nyari-nyari kombinasi keyboard yang ada di Vim karena di beberapa kasus memang ternyata memudahkan 😆.

Kalau kamu ada pengalaman atau tips memakai Vim yang efektif juga bisa share via kolom komentar di bawah.

Terimakasih sudah membaca 👋.


Bagikan:  
   

Komentar

Copyright © 2024 Tri Hargianto